Confucius pernah mengajarkan prinsip etika, 'Apa yang aku tidak ingin orang lain berbuat bagiku, demikian juga aku tidak mau melakukannya bagi orang lain.'
Hillel, seorang rabbi besar Yahudi pernah ajarkan prinsip etikanya, 'Apa yang kamu benci janganlah kamu lakukan bagi orang lain.'
Philo seorang tokoh Yahudi dari Alexandria mengajarkan, 'Apa yang membuat kamu menderita, jangan kamu lakukan itu pada orang lain.'
Socrates, orator Yunani mengajarkan, 'Perkara-perkara yang membuat engkau marah, jangan lakukan itu bagi orang lain'.
Pengikut filsafat Stoa menganut prinsip dasar, 'Apa yg tidak kamu inginkan, jangan lakukan pada orang lain.'
Perkataan tokoh-tokoh di atas sebenarnya mengandung kesamaan nada bicara yaitu berbentuk kalimat negatif yg diperjelas dengan istilah 'tidak boleh' atau 'jangan lakukan'. Tekanannya adalah pada kepasifan. Asal tidak berbuat apa-apa yang jahat kepada orang lain, berarti cukup baik.
Ajaran Yesus Kristus menekankan keaktifan berbuat. Kalau kita ingin dikasihi, kita harus aktif mengasihi orang lain.
'Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.'(Mateus 7 : 12).
Aku salut dgn Yesus yang mengaktifkan kita untuk berbuat(yg baik), dan tidak mengabaikan prinsip etika Confucius, Hillel, Philo, Socrates, dan Pengikut Stoa. Semuanya mengajarkan moral, perilaku sosial yang kadang tiap hari kita hadapi dengan sesama. Dan keaktifan berbuat mengundang kita untuk lebih memaknai hidup yang menghidupkan sesama.
Apakah kita sudah aktif untuk hal berbuat baik kepada orang lain? Ataukah kita bersedia mengharapkan orang lain melakukannya untuk kita?
Walahualam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar