Kamis, 25 Oktober 2012

Kembali Lagi Esok Pagi


Kesekian kalinya aku ke pantai yang sama, kesekian kalinya pula aku dapatkan inspirasi yang sekiranya aku berbagi. Saat berjalan menyusuri pantai dengan pikiran kosong, berhentilah aku di suatu tempat untuk memungut kerang, dan disitu juga aku mengamati batu kerikil yang berwarna. 

Tanpa disadari ketika aku berjalan dengan seenaknya di atas pasir yang basah, aku meninggalkan jejak-jejak kaki di belakangku dalam bentuk yang tak beraturan. Aku tertegun sambil memandang jejak-jejak kaki yang kuciptakan itu. 

Dan, ah.. peduli amat..! Emang gue pikirin..? Sementara itu seorang nelayan mendekatiku. Setelah bercakap sekedar tanya tujuanku di tempat itu, dengan gamblang si nelayan itu mengatakan padaku agar cukuplah melintas di areal pantai tersebut dan memintaku untuk datang lagi esok pagi. Aku heran, kenapa melarangku..?
Gumamnya pelan saja, 'Hari ini sudah banyak kau membentuk jejak-jejak kaki disini.. Dan kau akan mengertinya esok ketika engkau kesini lagi.' Aku mengikuti anjurannya, pulang dengan seonggok kebingungan! Mungkin si nelayan benar, karena itu daerahnya mencari nafkah, atau mungkin tempat itu ada jin penunggu yang seharusnya kuwaspadai. 

Tapi kenapa esok ke tempat itu lagi..? Apakah dia buat perhitungan denganku..? Sesampainya di rumah, aku menulis di buku harianku... 'hari ini aku mencemari pasir pantai dengan jejak kakiku yang tak beraturan.' Hari ini..., esok dari hari kemarin, aku kembali ke pantai itu. Penasaran dengan kata-kata nelayan....'esok kau akan mengerti'. 

Hampir sama seperti kemarin, aku berdiri di tempat yang dijanjikan nelayan. Tak lama, si nelayan itupun datang! Sambil jabat tangan dia berkata, 'ternyata kau benar-benar mencari pengertian.'
 
Ya.. jawabku antusias. 'Bro, kau hitung berapa jejak kaki yang kau buat kemarin sebelum kita bertemu di tempat ini? Katanya membuka dialog.. Aku menggeleng...'lupa hitung.' 

Oke! tidak apa-apa! Sekarang kamu hitung, berapa jejak kaki yang kau tinggalkan kemarin itu yang sekiranya sekarang masih tampak..?' Aku tambah bingung, dan... 'tak ada satupun..' Lalu kami sama-sama diam! Aku dengan pikiranku, dia dengan pikirannya sepertinya tak connect..!

'Bro, Tuhan itu mungkin salah satu sifat-Nya seperti itu...!' Kenapa..? Kemarin engkau sudah mencemari pasir ini dengan jejak kaki. Sekarang engkau ulangi lagi. Tapi engkau sadar atau tidak bahwa Dia di atas sana maha pengampun, yang sudi menghapus jejak kakimu..? Aku tersenyum kagum! Kemarin bikin dosa(jejak kaki), sekarang bikin lagi...! 

Si nelayan pergi tanpa pamit!
Hanya aku yg terpaku sembari manggut-manggut..! Orang itu memberiku wejangan ringan tapi sangat aku terima...! Saudaraku, Tuhan maha pengampun..! Tak salah aku berdoa: “TUHAN, Jangan memperhitungkan dosa ku tapi perhatikanlah imanku....”

JINAK MERPATI


Segala yang dimiliki manusia tak ubahnya penggambaran dari alam dan makhluk hidup lain..
Yang ini kucoba deskripsikan merpati, yang mewakili salah satu sudut personifikasi manusia. Memang manusia adalah manusia, bukan merpati. Namun ada hal yang setidaknya diwakilkan oleh merpati karena sifatnya.
Ada ungkapan 'jinak-jinak merpati'. Dan aku mulai dari sini. Walau makhluk merpati juga identik dengan perdamaian.  Merpati itu jinak. Kejinakannya membuat kita suka, kita merasa damai, bahkan lebih reflektif religius lagi merpati itu anugrah ilahi.
Kita bisa lebih dekat dengan merpati. Namun, jika keinginan dan gerak-gerikmu ingin menangkapnya, walhasil...agaknya sia-sia.
Ada hasrat dari manusia yg ingin memiliki. Tapi coba pikirkan matang-matang caranya. Main kasar memang sulit diterima, apalagi intimidasi.. Manusia butuh keahlian untuk gombal, rayu, pedekate dll.
Kembali ke merpati. Sepertinya makhluk ini diciptakan untuk lebih waspada, atau setidaknya punya daya pertahanan diri dari ancaman agitasi pun intimidasi. Kenapa jinak? Merpati punya potensi untuk melakukannya. Dia ingin bersahabat. Kenapa kabur? Karena orang yang sebenarnya berniat bersahabat, tapi mengaburkan persahabatan itu dengan nafsu kepemilikan atau ingin memiliki.
Belajar dari merpati. Jinak tapi liar. Jinak bila kita juga jinak, liar karena terbersit maksud tertentu. Dan semuanya ada pada manusia.  Terlebih pada makhluk perempuan.
Di saat kau mendekatinya dengan hati dan kebaikan, tentu dia akan lebih 'jinak' lagi denganmu. Tapi jika niat awalmu tercoreng sedikit pemikiran kotor (untuk memiliki), dia akan perlahan meninggalkanmu, atau lebih ekstrim lagi dia mencampakanmu tanpa jejak..
Kayaknya perempuan lebih bnyak belajar dari merpati. Hanya sayangnya, tidak semua perempuan yang belajar naluri merpati. Makanya pantas, lumayan banyak yang bisa ditangkap lelaki, malah lebih jinak daripada merpati..
Bukan maksudku menyamakan merpati dengan perempuan..! Aku lebih mengarahkan jika setiap perempuan belajar filsafat merpati. Jangan menyerah karena 'takdir lemah', jangan takhluk karena 'makhluk pengagum', jangan terlena karena gombal.
Namun, aku akui sebagai laki-laki karena memang aku laki-laki bahwa banyak cara 'melemahkan' yang takdirnya 'makhluk lemah'. Bual dan rayu walau tidak perlu keahlian khusus pun bisa menangkap makhluk perempuan, yang sebenarnya awal jumpa karena maksud baik, alasan persahabatan.
Aku mengakui itu.. Mungkin aku juga belajar dari merpati lebih banyak daripada kaum perempuanku yang sebisaku aku tangkap.
Akhirnya aku termenung malu, kenapa harus aku goreskan kata2 ini jika memang tidak mau dipahami kaum perempuanku?
Seharusnya aku menutupinya untuk kekenyanganku. Namun tidak saudaraku,
aku membeberkan karena kekagumanku..
Untuk perempuanku, aku tulus menuai persahabatan selayaknya memanggil merpati... Namun bukan hatiku mengharuskan menggapai asa yang lebih yang membiarkanku memiliki..
Jinak merpati mudah-mudahan perempuanku mengerti.... :-*:-*

Senin, 22 Oktober 2012

YESUS dalam Permenunganku

Aku kadang berpikir praktis dan lumayan ngawur tentang Yesus!!
YESUS muncul dlm benakku seperti kapal laut karena BERJALAN DI ATAS AIR...
Lalu sekiranya YESUS mendekati pesawat terbang mengingat NAIK KE SURGA...
Kemudian permenunganku menuju ke darat, sekiranya YESUS umpama pejalan kaki dalam PERJALANAN MENUJU EMAUS...
Selanjutnya YESUS selalu punya kaitan cerita dgn batu (saat digoda iblis), kayu (anak tukang kayu), karang(pengutusan=jemaat), ombak (meredakan topan), roti (memberi makan 5 ribu orang), jala (muridNya yang pertama adalah nelayan), airmata (ketika masuk Yerusalem) bahkan uang (persembahan janda miskin)!!!

Aku tertegun lagi dan menyanggupi permenunganku itu bahwa Aku ternyata SELALU BERSAMA YESUS, entah di pesawat, di kapal, dan sementara jalan kaki sekalipun!

Persoalan batu, kayu, ombak, roti, ikan dll-nya itu kujumpai tiap saat.. makanya selayaknya benda-benda seperti itu harus menjadi suatu peringatan buatku untuk meneladani cerita-Nya..!

Ah.. percuma! soal uang aja harus dikaitkan dengan Yesus segala! Itu duniawi!
Betul..! Karena Yesus pernah tinggal di dunia!
Lantas, apa maumu??
Biarlah alur hidupku seturut teladan-Mu.. tanpa harus menyamai kuasa-Mu...

Refleksi Lilin dan Pohon Kelapa

Lilin: dengan serta merta hancurkan dirinya demi sebuah pencerahan! Dia lebih dekat dengan hal spiritual karena kita sering gunakan sebagai media pengantar keluh kesah kita pada Sang Khalik. Dengan lilin kta bisa damai, tentram, sejuk hati..! Lilin juga pralambang 'kuno', 'udik' karena kemanjaan listrik sehingga tersingkir(kini rame cari lilin saat listrik mati)..! Pohon Kelapa: seluruh fisik tumbuhan ini bermanfaat! daun bisa untuk atap, lidi untuk sapu, janur untuk dekorasi+ketupat, buah yang kecil untuk mainan gasing anak-anak desa(termasuk saya dulu), pelepah untuk miniatur perahu, batang untuk bahan bangunan, akar untuk herbaterapi(media magic juga bisa), sisa yang lain untuk BBN (bahan bakar natural), buahnya apalagi airnya.. dll.. Saudara...! Lilin dan pohon kelapa sama-sama korban diri! keduanya punya kegunaan mengisi sisi min-plus, hitam-putih, spiritual-material, surga-neraka kita! kenapa? L
ilin lebih condong ke putih, plus, spirituil, surga kita dipandang dari terang yang dihasilkannya, mediasi doa, inspirasi dll. pohon kelapa? memang guna tapi hanya untuk hal materi(fisik): bangunan rumah, pelepas dahaga, apalagi jimat dari akarnya... memang duniawi! Namun keduanya punya satu tujuan yaitu 'mengenyangkan' sisi spiritual dan sisi material manusia! jangan heran ada ungkapan mem'balance'kan material n spiritual.. kalau lilin aja? kenyang rohani! kalau kelapa aja? kenyang jasmani! Sekedar sapaan sekenanya saja saudaraku... jika mau terapkan rohani-jasmani dalam diri sendiri, ingatlah lilin dan pohon kelapa! Atau bisa juga kita lakukan dengan nyalakan lilin di tengah ruangan yang gelap sembari makan dan minum air kelapa.. romantis, nikmat, dan hikmah berlimpah! selamat mencoba...!

MENCERMATI KEGELAPAN


Sekian waktu yang merangkak menurutku, sepertinya payah menguraikannya walau cukup satu alasan, mengapa kurang memalingkan pandangan ke arahku yang sedang mengamatinya?

Aku diam... Kutanya apa alasan waktu membiarkan aku terlena dalam pengamatan awas. Adakah yg berani menjawab? Dalam diam, berputarlah aneka rasa. Aku yg serakah, aku yang perfect, aku yg manja.....apakah mungkin waktu mau menjawab pertanyaan itu?

Kuamati orang yang lewat, satu demi satu tanpa pedulikan aku. Sepertinya memaklumi yang aku perbuat, yang sebenarnya aku sedang mengadu pada waktu yang suka menelantarkan aku.

Sadis memang dunia!!! tapi aku juga milik dunia. Berarti aku sadis juga! ya, memang...! Serakah dan manja sehingga lupa mendengar kata waktu yg susah kuselami maksudnya. Kupejam mata, yang sesungguhnya terpaksa.

Apa yang kudapatkan? Gelap!!

Sekarang aku memikirkan gelap. Banyak orang takut gelap, termasuk aku. Tapi gelap itu asyik. Banyak perlakuan yang tak terlupakan di saat gelap. Aku dan anda semua juga mungkin akan mengiyakan hal itu. Kembali, aku ke waktu tadi. Waktu masuk ke dalam moment gelap! Brarti waktu adalah bagian yang mengasyikan. Pertalian itu membuka sedikit tabir keingintahuanku tentang tanya alasan waktu yang membiarkanku sendiri tadi berpusing-pusing pikir.

Jangan dulu omomg Tuhan, sekarang bahas soal dunia. Aku kaitkan lagi hal yg merambat tadi. Mulai dari waktu yg merangkak, alasan penggambaran diri, suasana diam yug tidak peduli, manusia lain yang tak gubris, pejaman mata yg sengaja, gelap yg mengasyikan, dan rasa yang membuatku kembali ke waktu.

Oh.. ternyata tak perlu tanya waktu yang sombong.. Aku yang sombong..! kenapa?

kurang menghargainya. Pantas saja dia merangkak tanpa perhatikan aku. Aku diabaikan, dan harus diabaikan karena cuma menunggu dan menunggu. Dari menunggu yg diam itu, bukan membuka cakrawalaku soal berdamai dengan waktu. Itu bukan solusi lalu...... Aku harus maklumi orang tidak peduli. gampang alasannya; karena aku diam.

Sekali lagi aku pejamkan mata, bukan kalah, bukan istirahat, bukan berpikir pula. Cuma aku baru tau disaat aku pejam mata, aku rasa gelap. Dan gelap menurutku mengasyikan(karena perbuatan yg banyak hasilkan dosa justru di saat gelap).

Lantas, aku mengerti kini, gelap adalah sebagian kecil dari waktu. Waktu adalah bagian yang memberikan ruang untuk suatu keasyikan. Kalau begitu, apakah aku harus berasyik-asyikan (gelap) dalam nuansa ketidakpedulian manusia lain sehingga waktu memvoniskan aku tidak mengindahkannya?

walahualam..

Minggu, 21 Oktober 2012

EMBUN: Memandang Tak Mengusik

Kali ini aku mulai dgn sebuah kata.."EMBUN"..!
Banyak yg tak gubris dengan keberadaan embun, tak kecuali aku.. Teringat di kampung semasa bocah, di musim mangga spt skrg ini, pagi2 benar sudah bangun hanya utk mencari mangga yg jatuh pd mlm tadi.. Menerjang embun tentunya, pulang rumah dgn celana sebagian basah.. Gusar..! Pagi2 masih dingin, ditambah embun yang lebih mendinginkan lagi..

Sekarang, di pagi yang kesekian kalinya sepanjang napasku..., aku terbuai embun.. Aku pikirkan embun yg terabaikan.. Sederhana bentuknya, dan keberadaannya sekiranya cuma 'sebentar' lalu lenyap...
Embun, percikan air yg semulanya tanda hidup. Namun bentuknya mungil, seakan2 tidak mungkin mendongkrak kehidupan yg sering dilambangkan dgn air..padahal, kita tau air itu lambang kehidupan.. Aku telusuri kedalaman diriku...dgn seonggok pertanyaan tentang embun..

Dalam kemalasanku pagi ini, kusempat terjang ilalang dibelakang rumah, hanya ingin pastikan keberadaan embun...! Segar...! Kuteliti sehelai ilalang yg agak mengering, di ujungnya terbalut embun.. Bening..! Kupandang tanpa menyentuh..! Kulihat wajahku tercantum mungil di permukaan embun itu.. Ahh... Aku sedang berkaca..!

Kembali ke hatiku pagi ini, trnyata aku ada di embun bila aku meneliti lebih dekat dan dekat skali tanpa mengusik ketenangannya di pagi nan penuh asa..! Saudaraku, aku temukan hikmah di tengah keterasingan embun yg susah aku pedulikan..! Aku mengaplikasikan embun pada sekelumit kehidupanku bersama semua orang yg pernah dan akan kujumpai..

Aku dekatkan diri pada embun, memandangnya, menelitinya, tanpa mengusik keberadaannya, melambangkan kedekatanku pada siapapun sesamaku.. Bila aku lebih dekat, tentu aku belajar tentang dia.. Aku teliti, sama artinya aku bersahabat.. Dan kutemukan seberkas wajahku di permukaan bentuk embun menandakan bahwa diriku adalah bagian perhatiannya..

Dikaulah embun, sesamaku, sahabatku, saudaraku...! Aku bisa memandangmu, menikmatimu, dan engkaupun akan menangkap keberadaanku sepanjang aku tak mengoyak pun menghalau hadirmu...!

Memang sesaat engkau ada, lalu sirna ditelan angin dan mentari...tp esok engkau kan mencuat lagi dan lagi...! Mencintai, tak semestinya memiliki..! Bersahabat tak seharusnya mengetahui lebih banyak tentangnya dgn menyentuh dirinya yg mungkin privasi buatnya...!
Embun, engkau telah memberi aku asa...!
Embun, walau rentan di ujung daun, engkau masih sanggup meraup wajahku, asalkan aku memandang lebih dekat. Justru karena rentanmu, kumau tak seorangpun mengusik hadirmu, kecuali alam yg telah menjadikanmu..
Embun, aneka tembang telah banyak mengukir namamu..
Dan sekarang aku, kembali mengukir namamu di sini, di seputar sahabat-sahabatku yg ternyata kuibaratkan dengan dirimu.. Sahabat, engkaulah embun...! Yg sewajarnya aku berkaca, aku belajar...! Aku termenung, aku senyum sendiri dan akupun puas, bahwa embun pagi ini telah menggugah hatiku untuk menulis kembali di sini...!
Semoga..

KECEWAKAN ORANG: Suatu Keharusan

"Jangan pernah mencoba untuk menyenangkan setiap orang."

Aku terkesima dengan penggalan kalimat diatas. Kadang tidak akan habis aku berpikir. Tapi kadang pula mengerti sambil manggut-manggut... "Oh begitu ya..!"

Realis. Simpel saja, jika kita hidup untuk menyenangkan orang lain(apalagi semua orang), apakah arti hidupmu sesungguhnya? Jika aku mencoba untuk menyenangkan semua harapan-harapan yang digantungkan orang-orang padaku dalam waktu yang bersamaan, tentu aku tak sanggup.

Mungkin bagi orang-orang yang menggantungkan harapan padaku akan senang-bahagia bila aku menyanggupinya. Dan juga akan kecewa bila aku mengabaikan harapan orang-orang tersebut. Sewaktu kecil, kita dihadapkan aneka harapan orang tua, kamu harus begini dan begitu jika besar nanti. Saat remaja, kamu pacaran harus begini, harus begitu menyenangkan pacarmu...

Tentang menyenangkan pacar kita, memang gampang-gampang susah. Saling menggantungkan harapan dalam berpacaran, itu bagus dan menyenangkan. Pada bagian lain, aku dihadapkan dengan duniaku dengan manusia yang bermacam-macam sifat, tentu harapan.

Ada harapan orang-orangku, bahwa aku harus seperti Bunda Teresa dari Kalkuta yg penuh cinta kasih pada semua orang terpinggirkan. Ada pula menginginkan aku seperti Thomas Alfa Edison yang tidak menyerah dalam menemukan sesuatu. Juga, aku harus jadi seperti ayahku yang seorang guru.. Atau bahkan menjadi Yesus yg mengorbankan diri untuk semua orang..?

Aku diam...
Pola mana yang semestinya aku ikuti, banyak pilihan. Ah..yang penting jadi orang baik saja menurut diri sendiri, apakah cukup? Bukankah 'baik' itu relatif?

Kembali ke hal menyenangkan orang lain. Aku melakukan hal ini karena ingin dikau senang. Dalam "You Have the Power to Create Love", kutemukan kalimat ini: "Aku percaya bahwa jika aku melakukan apa yang diinginkan Penciptaku, Aku akan mengecewakan banyak orang.."

Aku telah menerima kenyataan itu..! Bisa begitu? Jawabnya..ya begitulah. Aku bukan Bunda Teresa, bukan Edison, bukan orang kudus, bukan Yesus, bukan ayahku, bukan pacarku...

Aku adalah Eman...! Dan aku senang bisa jadi seorang Eman(bukan egois). Tuhan telah menciptakan aku untuk menjadi Eman dengan semua kelemahan, kelebihan, kegilaan dan keanehanku. Banyak orang akan kecewa denganku karena belum sempat atau tidak sempat sama sekali menyenangkan mereka.

Sama seperti anda, cobalah untuk tidak menyenangkan setiap orang. Jadilah anda seperti diri anda apa adanya. Jangan lupa, anda harus kecewakan orang...! Ketahui panggilan anda. Dan jawablah panggilan itu seturut Penciptamu..! Sadis memang...

Maksudku menulis ini kira-kira, bahwa kita harus setia pada diri sendiri. Aku mengecewakan banyak orang karena lalai menyenanginya, tapi aku mengetahui panggilanku akan Penciptaku.
"Mengikuti Penciptamu, mengecewakan banyak orang."

Belajar Pembiasaan

....Teman, hari ini aku belajar melupakanmu...!

Detik terus berlalu. Tak mampu membendung rindu menggunung. Tapi bertahan untuk sesuatu yang mungkin saja lebih menjanjikan daripada yang bergelut dengan kebiasaan. Terngiang di telinga, percakapan telpon seorang teman maya. Katanya, "Aku harus belajar membiasakan diri dengan keadaan sekarang ini..!"

Semenjak tidak dipedulikan orang yg sangat disayanginya, temanku itu perlahan berusaha melupakannya. Sulit rasanya menerima kenyataan. Aku diam menyimak kisahnya. Dan tanpa tanggapan saat itu, yang ada cuma penggalan kalimat yg mungkin tidak asing lagi bagi kita bahwa belajar membiasakan diri dengan pengalihan situasi. Apalagi situasi yang menyangkut perasaan hati.

Kisah itu sebulan telah berlalu... Seminggu lebih aku libur online di tempat chatt manapun yg sudah kugeluti sekitar 4 tahun. Senada dengan ucapan teman tadi. Aku coba menirunya "belajar membiasakan' diri. Hari pertama libur, aku mengalihkan kebiasaan chatt dengan tidur saja. Sukses..! Hari kedua libur, masih coba dengan tidur. Tapi tidak seharusnya hari-hari selanjutnya. Akhirnya hari ini kalah total. Aku kembali ke hoby ini-chatt...! Tergoda..?

Kalimat teman maya itupun cuma sebatas desiran angin lalu. Dan aku salut dengan temanku itu. Sebulan berlalu, nampaknya dia telah terbiasa dengan suasana sekarang. Beda latar cerita. Tapi intinya mungkin seperti ini: bahwa sebaiknya aku berani melakukan hal yang baru, tekad yg teguh, membuang sesuatu yang sungguh-sungguh sudah berurat akar dalam bentuk kesenangan diri.

Jika aku tidak berani, datar saja kehidupanku. Apalagi kata orang-orang hebat bahwa hidup adalah soal keberanian. Termasuk berani melupakan kesenangan. Teman maya mengajariku bagaimana menyikapi diri sendiri, entah terpaksa melupakan, entah belajar mencintai hal suasana yang baru, atau bisa juga karena niat hati. Mungkin selaras dengan putus cinta. Harus merelakan yang telah lewat.

Memulai yang baru, walau belum ketemu tapi setidaknya membiasakan diri kembali sendiri. Susah dimengerti. Aku tulis ini merupakan suatu gambaran singkat, bahwa kita harus bersedia merelakan hal kesenangan diri berlalu. Dan berusaha membiasakan diri menggeluti pengalaman yang baru. Hanya saja buatku untuk berhenti kegiatan interaktif di dumay, kayaknya aku belum siap.

Tapi dengan pengalaman libur seminggu kemarin, sedikit banyaknya telah memberi pembelajaran buatku bahwa aku bisa melakukannya lagi di suatu hari. Temanku berhasil. Dia sudah melupakan kekasihnya. Walau masih sedikit sisa2 rasa apabila kesendirian menggelayut waktu dan pikiran.

Thanks teman... Pembelajaran biasa telah kugambarkan di sini, hari ini..

DAUN

Aku terdiam dalam keriangan bukan ingin beda dari lainnya... Pun sensasi tak kugubris..
Kupandang sehelai daun yang tak berdaya, sisa kehidupan mungkin tinggal setitik...
Kau yang kerontang, tak biarkan sehelai kehidupan pertontonkan eksistensinya?

Wahai musim yg bergulir...ijinkan ragaku segar menelusuri jalur-jalur kepenatan..
Aku mendesah dari kenangan... Daun yang rapuh, sudah saatnya engkau gugur...!

Salahkan lambaian bayu yg sesukanya merenggutmu dari ranting...
Salahkan jilatan mentari yg seenaknya melumat rentanmu...
Salahkan kerinduan tanah yg senantiasa menanti kejatuhanmu...

Engkau telah banyak memberi...
Karenanya terima kasih layak kau cicipi..
Engkau yg terabaikan angin...
Wajarlah ragamu rapuh..

Kupuji keikhlasanmu..
Kusalut pengorbananmu..
Akan kuupayakan sepertimu...
Sebisaku...
Kapanpun...

Dan kini sementara aku telusuri...
Selaras kuperhatikan ragamu dari kejauhan...
Engkau masih sehelai daun...